Thursday, May 28, 2009

Ust. Yusuf Mansur & Sekuriti Pom Bensin (Keajaiban Sedekah)

SEMOGA BERMANFAAT
Banyak yang mau berubah, tapi memilih jalan mundur. Andakah orangnya?

Satu hari saya jalan melintas di satu daerah.. Tetidur di dalam mobil. Saat terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir saya: "Nanti di depan ke kiri ya".
"Masih banyak, Pak Ustadz".


Saya paham. Supir saya mengira saya pengen beli bensin. Padahal bukan. Saya pengen pipis.
Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti. "PakUstadz!" . Dari jauh ia melambai dan mendekati saya.
Saya menghentikan langkah. Menunggu beliau.
"Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja…". Saya senyum aja. Ga ke-geeran, insya Allah, he he he.
"Saya ke toilet dulu ya".
"Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?"
"Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?"
"Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz".
Sejurus kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang "berhentiin" saya. Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara dengan dia. Sekuriti ini barangkali "target operasi" dakwah hari ini. Bukan jadwal setelah ini. Begitu pikir saya.
Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, "Ok, ntar habis dari toilet ya".


***


"Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?", tanya saya membuka percakapan. Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan.
"Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?"
"Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya" .
"Wah, ustadz langsung nembak aja nih".


Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah. Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja.


"Udah shalat ashar?"
"Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja".
"Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?"
Sekuriti itu senyum aja.


Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh
sebutan-sebutan ibadah.


"Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini", saya mengejar.
"Ya, kurang lebih dah".


Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang 'alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya.


"Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat. Itu baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari senang".


Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara?


Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha, sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak.


Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanya an seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian.


Kembali kepada si sekuriti, saya tanya, "Terus, mau berubah?"
"Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?"
"Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya".
"Ngebut gimana?"
"Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya. Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampe keduluan Allah".


Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini.. Kan aneh. Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah.


"Yang kedua," saya teruskan. "Yang kedua, keluarin sedekahnya".
Saya inget betul. Sekuriti itu tertawa. "Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan".
"Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?"
"Satu koma tujuh, Pak ustadz".
"Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut orang kecil, itu udah gede".
"Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz".
"Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?"
"Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz".
"Koq bisa?"
"Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu angka 1,7jt".
"Terus, kenapa masih kurang?"
"Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak".
"Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga ente kredit motor? Kan ga perlu?"
"Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz".
"Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot".


Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu. Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik. Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.
"Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?"
"Mau Ustadz. Saya benahin dah".
"Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan semuanya ngebenahin shalat".
"Siap ustadz".
"Tapi sedekahnya tetap kudu loh".
"Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada".
"Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq".
"Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya".


Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya akan cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul. Setidaknya menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal itu mah.
Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti, "Kang, kalo saya unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?". Si sekuriti mengangguk. "Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?" . Sekuriti ini ngangguk lagi. "Selama saya bisa, saya akan jalanin," katanya, manteb.
"Gajian bulan depan masih ada ga?"
"Masih. Kan belum bisa diambil?"
"Bisa. Dicoba dulu".
"Entar bulan depan saya hidup pegimana?"
"Yakin ga sama Allah?"
"Yakin".
"Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau".


Sekuriti ini saya bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi usahakan semua. Supaya bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga perubahannya berasa. Dia janji akan ngebenahin mati-matian shalatnya. Termasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di waktu senggang untuk baca al Qur'an. Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada Allah. Shalat Jum'at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah mengunci mati dirinya hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi!


Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana. Tapi ya begitu dah hidup.. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting kerja dan ada gajinya.


Bagi saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga apa-apa juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal apa? Asal kita barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang ini, biarin aja harga barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri, agar mau menambah ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya hidup kemakan dengan tingginya harga,. Ga kebagian.


***


Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat apa? Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol. Satu koma tujuh. Semuanya.
"Mana bisa?" kata komandannya.
"Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani".
Komandannya terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab dengan menceritakan pertemuannya dengan saya.


Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk ketemu langsung sama ownernya ini pom bensin.. Katanya, kalau pake jalur formal, dapet kasbonan 30% aja belum tentu lolos cepet. Alhamdulillah, bos besarnya menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu, "Buat sedekah katanya Pak", begitu kata komandannya.
Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab cerita si sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah pertemuannya dengan saya, menjadi kisah yang dinanti the end story nya. Termasuk dinanti oleh bos nya.


"Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya", begitu lah pemikiran kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah bersama Allah melalui jalan shalat dan sedekah.
Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya. Bos nya yang mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga mengurangi kedisiplinan kerjaannya.. Malah tambah cerah muka nya.


Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan dia tahu janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal dengan catatan dia berhasil dulu.


Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti. Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan mempermalukan si sekuriti.


Suatu hari bos nya pernah berkata, "Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma".
Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon.
Berhasil kah?


Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi, tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah.
Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya.


"Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian. Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren".
Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si sekuriti ini benar-benar bikin bengong orang pada.
Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, trjadi keajaiban. Di kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya ga trlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat. Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi begitu cepat. Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren, belum berganti bulan.


Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan? Itu jual motor, kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta. Tapi dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.


Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia aman. Ga perlu kasbon.


Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama 1 bulan setengah ini.
Apakah cukup sampe di situ perubahan yang trjadi pada diri si sekuriti?
Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu

dia dimutasi di perusahaan si owner yang lain, dan dijadikan staff keuangan di sana. Masya Allah, masya Allah, masya Allah. Berubah, berubah, berubah.


Saudara-saudaraku sekalian.. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan! Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya.


Subhaanallaah, masya Allah.
Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak suksesnya si sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih dikenang sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada rutinitas dunia. Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar.


Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang saat ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa sajakah? Atau mau bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana pom bensinnya? Bisa kah kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja. Sebab kenyataannya juga buat saya tidak gampang menghadirkan testimoni aslinya. Semua orang punya prinsip hidup yang berbeda. Di antara semua peserta KuliahOnline saja ada yang insya Allah saya yakin mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup ini. Sebagiannya memilih diam saja, dan sebagiannya lagi memilih menceritakan ini kepada satu dua orang saja, dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih untuk benar-benar terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan apa-apa, ketika sudah dipublish, memang tidak gampang buat seseorang menempatkan dirinya untuk menjadi contoh.
Yang lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja kisah ini. Kita ngebut sengebut2nya menuju Allah.

"Dan pada sebagian malam bertahajjudlah dengannya sebagai tambahan bagimu.Mudah- mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji". (Al Isra': 79)
Mendahulukan Ibu

Ibu Yeni, seorang anggota DPR mengisahkan pengalamannya mengenai sedekah yang membawa keberkahan baginya. Kejadian ini dialaminya sekitar bulan Agustus tahun 2001 yang lalu. Saat itu ia mendapat undangan seminar di Sumatra Selatan. Karena masih masa nifas dan membawa anak bungsunya yang kala itu masih berusia 35 hari, ia memutuskan membawa ibunya.

Bukan main senangnya sang ibu dibawa pelesiran naik pesawat. Maklum saja, tahun 1972 waktu naik haji, ia cuma naik kapal laut. Di pesawat tak henti ibunda tercintanya menyatakan kesenangannya naik pesawat.

“Alhamdulillah... kesampaian juga Ibu naik pesawat,” syukurnya. Yeni yang duduk di sebelahnya tersenyum.

“Coba Buya (ayah) masih hidup ya... dia pasti senang naik pesawat kayak gini,” tuturnya lagi dengan mata berkaca-kaca. Yeni menoleh dan mengusap pundak ibunda tercintanya.

“Sudahlah Bu, Buya pasti sudah bahagia sekarang. Selama hidup Buya kan sangat baik, maka Allah pasti melimpahkan kebahagiaan padanya...”

“Yah...” Ibu menganguk-angguk, “Buya emang baik....” lanjutnya sendu.

Tidak lama kemudian mereka tiba di bandara dan diantar oleh panitia ke sebuah penginapan yang sederhana. Ibunya nampak sangat bahagia. Untuk menyenangkan hatinya, Yeni memesankan makanan kesukaannya.

“Dimakan, Bu...” kata Yeni. Ibunya mengangguk dan mulai makan dengan lahap.

Keesokan harinya saat Yeni ikut seminar, Ibu menjaga cucunya yang masih merah di penginapan. Seminar itu untunglah tidak begitu lama. Jeda makan siang, mereka diajak makan di sebuah restoran khas Sumatra Selatan. Konon restoran ini biasa ditongkrongi oleh para pejabat dari pusat.

Memang suasananya sangat asri, bertingkat dua, dan Subhanallah makanan yang tersaji juga terasa sangat nikmat.

“Pepes ikan dengan duriannya enak sekali, Yen...” Ibu memberikan penilaian seraya makan dengan lahap.

“Kalau di Tangerang, daerah kita durian cuma untuk Kinca teman makan ketan ya, ternyata buat pepes juga enak,” imbuhnya kemudian.

“Alhamdulillah... kita di sini jadi nambah ilmu kan, Bu?” balas Yeni tersenyum.

Selesai makan, mereka menuju penginapan lagi untuk berkemas. Ya, mereka harus kembali ke Jakarta hari itu juga. Sebelum berangkat, Yeni memeriksa sebuah bungkusan yang diberikan panitia saat seminar tadi.

“Subhanallah... bagus amat nih kain sutra?” desisnya takjub sambil menyidik bahan itu dengan teliti. Yeni bertekad akan menjahitnya setiba di Jakarta nanti.

Saking indahnya kain tersebut, di pesawatpun Yeni tak kuasa membayangkannya. Menjahitnya menjadi baju muslimah yang indah yang akan dikenakannya pada event-event tertentu. Tapi sejenak kemudian hati kecilnya berkata, “Berikan saja pada ibumu....”

“Bagaimana, ya.... bagus banget sih?” sekilas bathinnya tak rela. Rupanya syetan sedang merasuki niat baiknya.

“Sudah... kasih Ibu saja, supaya dia senang, kamu kan bisa beli nanti lagi...” hati kecilnya kembali berkata.

Sejenak Yeni merasa bimbang. Terus-terang saja, ia sangat ingin memiliki bahan itu untuk dirinya. Sudah dibayangkannya begitu manisnya ia dalam balutan baju berbahan sutra itu. Suaminya pasti memuji, anak-anaknya pasti juga bangga. Tapi...

“Ah, sudahlah biar untuk ibuku saja,” hati kecilnya memenangkan pergolakan bathin.

Maka Yeni memberikan kain sutra itu pada ibunya. Mata ibunya bersinar menerima pemberian itu. Paras bahagia yang tak bisa ditutupinya. Yeni tak menyesal memberikannya.

Sesampainya di Jakarta, Yeni kembali mengisi hari-harinya dengan seabreg aktivitas yang menunggunya. Ia sudah tak teringat lagi kain sutra indah pemberian panitia seminar di Sumatra Selatan itu. Sampai dua hari kemudian seorang temannya kembali dari Malaysia dan membawa titipan dari teman Yeni, yang orang asli Malaysia.

“Apaan ini?” Yeni mengerutkan dahinya, menatap bungkusan yang diberikan temannya itu.

“Titipan dari teman Malaysiamu, aku nggak tahu isinya, buka aja gih...”

Tanpa menunggu lama, Yeni membuka bungkusan itu dan terbelalak,”Subhanallah bagus banget....” serunya takjub. Temannya pun ternganga.

Selembar bahan sutra yang lebih halus dan lembut warnanya...

“Benar-benar Allah Maha Besar...” Yeni berbisik pelan.

Kain sutranya telah digantikan oleh Allah dengan yang lebih bagus dan manis. Yeni kemudian teringat sebuah hadits Rasulullah Saw, bahwa kebaikan yang cepat mendapatkan balasannya di dunia adalah kebaikan kita kepada orang tua....

(Seperti dikisahkan seorang anggota Dewan, melalui email)
Bisa Berbagi dengan Anak Yatim, Akibat Sedekah

Minggu sore itu sudah menunjukkan pukul setengah tiga. Suasana mulai terasa adem, menggantikan teriknya matahari yang memancar sesiang tadi. Nampaklah segerombolan remaja tengah bersenda gurau di sebuah rumah, di kawasan Depok.

Seorang di antaranya terlihat sedang mencuci mobilnya. Beberapa lainnya duduk-duduk di lantai sambil ngobrol dan berkelakar. Tiba-tiba senda gurau mereka terhenti. Sesosok anak kecil, dengan pakaian kumel dan lusuh sudah memasuki perkarangan rumah itu.

“Minta... Kak... saya minta uang...” sapanya dengan wajah memelas. Pemuda yang sedang mengelap mobil mengalihkan pandangan ke arah teman-temannya.

“Eh, ada yang bawa seribuan, nggak?” tanyanya mendesak.

Semua temannya merogoh kantong dan dompet.

“Nggak ada gue,” jawab seseorang.

“Iya.... gue juga nggak ada, Cek!”

Pemuda yang kerap dipanggil Bucek itu ganti memandang pengemis kecil dan berkata,”Maaf, Dek... lain kali aja, ya...”

Tapi omongannya terhenti ketika Leka, temannya mendadak beranjak dari tempatnya duduk dan memanggil Bucek.

“Apaan?”

“Ini.... kasih ini aja...” kata gadis itu seraya menyerahkan selembar uang lima ribuan.”

Bucek menggeleng, “Nggak usah, eh Man, cari gih di dalam uang seribuan...” serunya pada Arman, temannya yang lain.

“Nggak usah, ini aja lagi....” desak Leka kemudian.

“Kegedean, lagi....” tolak Bucek.

“Nggak apa-apa... gue cuma ada lima ribu uang kecilnya. Gue ikhlas, kok. Kasihan lagi...”

Sementara pengemis kecil itu belum beranjak, ia masih berada di perkarangan, memperhatikan perdebatan sepasang remaja itu.

“Iya gue ngerti, tapi takut kebiasaan dia, nanti ke sini melulu. Belum tentu buat dia, kan ada yang koordinir...” Bucek masih berusaha membujuk Leka.

“Ah, udahlah, Cek. Gue lagi pingin beramal, nih. Biarin deh.”

Tapi karena Bucek tak juga mengambil uang itu dari lengannya. Leka lalu meminjam sendal pemilik rumah dan bergegas ke halaman.

“Ngapain, loh Ka... becek lagi....” tanya teman-temannya. Gadis itu tak menghiraukan panggilan mereka. Segera ia mengejar pengemis kecil yang telah meninggalkan perkerangan itu.

“Dek... sini.... nih, buat kamu...” ia menyerahkan selembar lima ribuan padanya. Pengemis kecil itu menerima dengan senyum ceria.

“Jadi ngasih?” tanya temannya begitu Leka kembali. Gadis itu hanya mengangguk singkat.

“Biarin, kasihan...”

Tak ada hal lain dalam pikirannya selain ingin membantu gadis pengemis itu. Beberapa hari kemudian, Leka berpikir kalau sweet seventeennya semakin dekat. Sesampainya di rumah, ia bertanya pada tentenya.

“Tante... tabungan Leka ada berapa?”

“Emang kenapa?” tantenya balik bertanya.

“Gue cuma ingin tahu. Kan dikit lagi ulang tahun 17. Rencananya gue mau ngerayain sama anak yatim di Jambi nanti.” Jelasnya. Ulang tahunnya memang bertepatan dengan masa kenaikan kelas. Rencananya liburan nanti ia akan pulang kampung.

“Di sini kamu juga ngadain pesta nanti?”

“Pengennya sih... kalau duitnya cukup. Makanya gue mau itung-itungan. Tabungan gue di Tante berapa?”

Akhirnya mereka berhitung,”Ka... tabungan kamu kan 400 ribu. Nah, selain itu kamu dapat sangu 500 ribu dari Mbak Ven di Batam.” Jelas tantenya, menyebutkan nama tante yang lain, yang tinggal di Batam dan termasuk orang kaya.

Mata Leka bersinar, “Beneran? Berarti uang gue ada...” ia berhitung lagi.

“Tapi masih kurang kalau mau ngadain pesta di sini juga.” Keluhnya.

“Ka... sekarang kamu prioritaskan aja deh, kamu ngejar pahala atau duniawi aja. 17 tahun nggak selalu harus pesta kan?”

Leka masih menerawang. “Kalau gue minta tambahan lagi sama Tante Ven di Batam gimana, ya? Kan untuk merayakan sama anak yatim. Niat gue ada empat nih...” ia lalu menjabarkan keempat niat baiknya.

“Coba, aja....” kata tantenya lagi.

Takut-takut Leka mencoba mengirim sms pada tantenya di Batam. Alhamdulillah sang tante bersedia menambahi lagi satu juta.

“Alhamdulillah.... ah gue pesta di Jambi aja ama anak yatim, di Depok nggak usah,” putusnya kemudian.

Dua minggu kemudian, sekembalinya dari Jambi, gadis remaja itu berbagi cerita kalau ulang tahunnya sukses. Mengundang sekitar 50 anak yatim dan juga teman dan kerabat dekatnya.

“Alhamdulillah sukses, sampe rumah nggak muat.” Jelasnya ceria. Kemudian ia berkisah lagi. Akibat menyenangkan anak yatim itu, ia mendapat uang 500 ribu dari seorang kaya di kampungnya, yang merupakan teman dekat ayahnya.

“Ka nggak nyangka, padahal baru ketemu. Eh dapat 500 ribu.”

Gara-gara sedekah 5000, remaja itu mendapat ganti sebesar satu setengah juta rupiah dalam beberapa hari. Uang itu dipergunakannya untuk merayakan ulang tahun bersama anak yatim. Selanjutnya ia mendapatkan bonus sebesar 500 ribu lagi. Leka meyakini sedekah memang mampu memancing rezekinya.
Presiden Sampai Rakyat, Semua Perlu Bersedekah
Ustadz Yusuf Mansur

''Sedekah merupakan jawaban semua permasalahan. Sedekah itu tak ada lawan. Tak ada persoalan apa pun yang tidak selesai, selama kita melibatkan Allah. Caranya, antara lain melalui sedekah.'' Kalimat-kalimat di atas kerap kali dilontarkan oleh Ustadz Yusuf Mansur dalam setiap ceramah-ceramahnya.

Ustadz muda itu memang selalu mengusung tema sedekah dalam setiap dakwahnya, baik melalui ceramah, buku, kolom di media massa, maupun sinetron Maha Kasih yang ditayangkan di RTCI setiap Sabtu malam. Sehebat apakah sedekah itu? Mengapa sedekah jadi begitu penting? Apakah sedekah mampu menyelesaikan persoalan bangsa Indonesia yang sudah hampir satu dekade dirundung krisis? Berikut wawancara Irwan Kelana, dengan Pimpinan Pondok Pesantren Darul Quran/Tahfiz Quran Cipondoh, Tangerang itu:

Apakah sedekah itu?
Sebetulnya konsep sedekah itu seperti kata Nabi, ''Setiap amal yang baik adalah sedekah.'' Bahkan, kata Rasulullah, ''Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.'' Jadi, tidak hanya materi atau harta saja. Seperti firman Allah dalam Alquran, ''... berjuanglah (bersedekahlah) dengan hartamu dan jiwamu.''

Mengapa sedekah itu jadi penting?
Kalau manusia tahu, sesungguhnya dialah yang butuh sedekah. Mengapa? Sebab, sedekah merupakan bagian dari upaya tazkiyatun nafs(membersihkan diri, lahir-batin). Kita butuh sedekah, sebab sedekah itu akan kembali kepada kita dalam beragam bentuk. Posisi sedekah itu sangat istimewa. Sedekah merupakan ibadah yang utama. Bahkan dalam Alquran, perintah bersedekah itu menggunakan huruf wawu atof. Artinya sesuatu yang terikat sekali, merupakan perintah yang sangat penting.

Firman Allah, ''Wahai orang-orang yang beriman, (sebagai syarat keimanan mereka), maka dirikanlah shalat dan sedekahkanlah sebagian dari rezeki yang datangnya dari Allah SWT.'' Kedua prsayarat itu ibarat baju dan celana. Baju saja, tanpa celana, tidak pantas. Begitu pula, celana saja, tanpa baju, juga tidak sempurna. Imam Ghazali mengatakan, manusia itu terbagi menjadi empat golongan. Yakni, manusia yang tidak tahu dan tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu, manusia yang tidak tahu tapi tahu bahwa dirinya tidak tahu, manusia yang tahu tapi dirinya tidak tahu bahwa dirinya tahu, dan manusia yang tahu dan tahu bahwa dirinya tahu.'' Kalau sudah sampai ke maqam yang keempat, maka ia akan menjadi Muslim yang sangat baik, salah satu tandanya adalah gemar bersedekah.

Berapa ayat Alquran dan hadis Rasulullah yang memerintahkan soal sedekah ini?
Salah satu ayat utama yang paling sering saya bacakan adalah QS Ath-Talaq ayat 5.''Dan hendaklah orang yang disempitkan rezekinya bersedekah.'' Hadis-hadis tentang sedekah begitu banyak dan bertebaran. Salah satunya, hadits Rasulullah saw yang menyatakan bahwa sedekah itu dapat menolak bala.''Bersegeralah untuk bersedekah. Sebab, yang namanya bala tidak bisa mendahului sedekah.'' Hadis lainnya, ''Tidak akan berkurang rezeki orang yang bersedekah, kecuali bertambah, bertambah, bertambah.''

Apa saja keutamaan sedekah?
Paling tidak, ada empat keutamaan sedekah. Pertama, mengundang datangnya rezeki. Kedua, menolak bala. Ketiga, menyembuhkan penyakit. Keempat, menambah umur. Allah berjanji dalam Alquran, bahwa sedekah itu tidak mungkin tidak dibayar. Seperti menanam di kebun Allah, pasti berbuah. Menanam di kebun sendiri saja berbuah, apalagi di kebun Allah. Kalaupun buahnya tidak lebat, paling tidak pasti berkembang. Kalaupun Allah tidak menurunkan hujan lebat, paling tidak hujan gerimis.

Kisah-kisah dalam sinetron Maha Kasih diilhami oleh kisah nyata jamaah Anda. Anda menampung banyak testimoni tentang keutamaan sedekah ya?
Begitulah. Suatu hari ada seorang pedagang datang kepada salah seorang staf saya. Ia mengaku punya utang Rp 30 juta, dan tak tahu lagi ke mana harus mencari uang untuk melunasi utangnya. Oleh staf saya, ia disuruh sedekah. Apa yang bisa dilakukannya? Ia mengaku tak punya sesuatu yang berharga untuk dijual. Akhirnya staf saya menganjurkan agar ia menjual motor vespanya dan menyedekahkan hasilnya. Ternyata, pada saat ia sedang menawarkan sepeda motor tersebut, kakaknya yang di Swiss kirim SMS. Isinya menyatakan bahwa ia baru saja mentransfer dana senilai setara dengan Rp 30 juta.

Tentang tolak bala. Suatu pagi, seorang ustadz bersedekah kepada ustadz yang lain. Ia tinggal di Tangerang. Menjelang sore hari ia ke Gunung Putri, Bogor, hendak mengajar. Di jalan tol, mobilnya ditabrak orang. Namun mobil tersebut tidak rusak. Sebaliknya, mobil yang menabrak rusak berat. Pemilik mobil heran dan bertanya kepadanya, ''Kok mobil kamu tidak apa-apa?'' Dijawab, ''Mungkin karena tadi pagi saya bayar asuransi sedekah.''

Ada juga cerita seorang pasien yang sudah divonis mati oleh dokter. Karena merasa usianya tidak lama lagi, orang tersebut kemudian berusaha untuk menjadikan sisa umurnya untuk berbuat hal terbaik. Ia mengumpulkan delapan bayi yatim yang masih merah dan merawatnya dengan kasih sayang. Ternyata sampai saat ini ia masih hidup, bahkan menjadi ketua grup senam yang anggotanya lebih 2.000 orang. Bahkan, bayi yang dulu dirawatnya sudah dewasa, dan salah satunya sudah menikah. Keajaiban sedekah itu hanya bisa dirasakan oleh orang yang bersedekah dan ia yakin. Keyakinan itu membawa pengaruh kepercayaan positif kepada Allah SWT.

Anda mengkampanyekan gerakan nasional selamatkan bangsa dengan sedekah. Mengapa Anda begitu yakin sedekah bisa menyelamatkan bangsa?
Yakin sekali. Ada sebuah kisah dalam Alquran tentang Nabi Musa yang meminta agar Allah menghilangkan azab dari suatu bangsa. Allah menjawab bahwa azab tersebut sudah telanjur ditetapkan. Namun, rahmat Allah meliputi seluruh bumi ini. Di samping itu, pernyataan Allah yang sangat penting adalah, ''Azab itu tidak akan menimpa orang-orang yang memelihara dirinya, menafkahkan sebagian rezekinya, dan beriman kepada ayat-ayatku.'' Jadi, sedekah bisa menyelamatkan bangsa.

Dalam berbagai pengalaman saya mengusung tema sedekah selama ini, sudah banyak keluarga bermasalah yang akhirnya bersatu kembali sebagai berkah sedekah. Demikian pula, sudah banyak perusahaan yang hampir bangkrut, namun akhirnya bisa berjaya kembali berkat sedekah. Logika saya begini. Kalau presiden, para menteri, DPR, pejabat pemerintah sampai yang terkecil, yakni RT-RW plus komponen bangsa ini bersedekah, insya Allah akan lahir energi positif yang dapat membawa bangsa ini keluar dari krisis.